Jakarta, GENINUSA.com — Rektor IAIN Curup, Prof. Dr. Idi Warsah, M.Pd.I menyoroti fenomena menarik yang muncul pasca-pencoblosan Pemilihan Presiden tahun 2024. Menurut beliau, kemenangan Capres 02 Prabowo Gibran memperlihatkan sebuah pola dukungan yang merata dari berbagai lapisan masyarakat Indonesia, termasuk dari berbagai kalangan pendidikan. Pernyataan ini dipertegas oleh data survei yang dilakukan oleh Lembaga Penelitian dan Pengembangan (Litbang) Kompas melalui wawancara tatap muka pada 14 Februari 2024. Analisis mendalam terhadap data survei tersebut mengungkap bahwa pola dukungan yang merata dari berbagai segmen masyarakat menandakan adanya konsistensi dalam preferensi politik di kalangan penduduk Indonesia. Hal ini menunjukkan bahwa Capres 02 berhasil menarik perhatian dan dukungan dari berbagai kelompok sosial dan ekonomi, menampilkan kemampuan untuk merangkul diversitas yang ada dalam masyarakat. Dengan demikian, kemenangan Capres 02 bukanlah hanya sekadar hasil dari satu kelompok atau segmen masyarakat tertentu, tetapi mencerminkan dukungan yang luas dari seluruh spektrum masyarakat Indonesia.
Survei yang melibatkan 7.863 responden dari berbagai provinsi di Indonesia mengeksplorasi pola dukungan dari masyarakat dengan latar belakang pendidikan yang berbeda. Dengan jumlah responden yang signifikan, survei ini memberikan gambaran yang representatif tentang preferensi politik dari berbagai segmen penduduk. Hasil survei ini mengungkapkan pola dukungan yang cukup beragam di setiap tingkat pendidikan terhadap pasangan calon presiden. Pada tingkat pendidikan dasar, misalnya, terlihat bahwa pemilih Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar direpresentasikan oleh persentase 18,8%, menunjukkan adanya sebagian dari kalangan pendidikan dasar yang mendukung pasangan tersebut. Di sisi lain, pemilih Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming mencapai 55,6%, menandakan popularitas yang signifikan di kalangan pendidikan dasar. Selain itu, terdapat 17,4% pemilih yang memilih Ganjar Pranowo-Mahfud Md, sementara 8,2% pemilih memilih rahasia sebagai preferensi mereka.
Di tingkat pendidikan menengah, pola dukungan mengalami sedikit perubahan yang menarik untuk diperhatikan. Dalam survei ini, pemilih Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar menunjukkan peningkatan dalam representasi persentase sebesar 20,7%, menandakan adanya daya tarik yang bertahan dari pasangan tersebut di kalangan pendidikan menengah. Sementara itu, pemilih Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming tetap mendominasi dengan persentase 57,4%, menunjukkan popularitas yang konsisten di kalangan ini. Selain itu, terdapat 12,3% pemilih yang memilih Ganjar Pranowo-Mahfud Md, menunjukkan bahwa pasangan tersebut juga memperoleh sebagian dukungan dari kalangan pendidikan menengah. Meskipun demikian, 9,6% pemilih memilih rahasia sebagai preferensi mereka.
Pada tingkat pendidikan tinggi, terdapat dinamika yang menarik dalam pola dukungan terhadap pasangan calon presiden. Dalam hasil survei, terlihat bahwa Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar memperoleh dukungan sebesar 34,3%, menunjukkan bahwa pasangan tersebut masih mempertahankan basis dukungan yang solid di kalangan pendidikan tinggi. Sementara itu, Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming berhasil mencapai persentase dukungan sebesar 41,7%. Selain itu, Ganjar Pranowo-Mahfud Md memperoleh dukungan sebesar 12,6%, meskipun tidak sebesar dua pasangan lainnya. Namun demikian, persentase pemilih yang memilih rahasia mencapai 11,4%.
Berdasarkan data tersebut, dapat dilihat bahwa pemilih dari kalangan pendidikan tinggi memberikan dukungan signifikan kepada Capres 02 Prabowo Gibran, yakni mencapai 41,7%. Ini menunjukkan bahwa Capres nomor 02 unggul di semua kalangan pemilih. Opini kontra yang mengatakan bahwa pasangan Capres nomor 01 unggul di kalangan pemilih berpendidikan tinggi terbantahkan dengan data ini. Jelas sekali bahwa data ini menunjukkan bahwa pasangan Capres 02 memiliki persentase 41,7% sementara pasangan Capres nomor 01 hanya mendapat persentase 34,4 di kalangan pemilih berpendidikan tinggi. Analisis lebih lanjut dari data tersebut menunjukkan bahwa Capres 02 Prabowo Gibran memiliki daya tarik yang signifikan di kalangan pendidikan tinggi, dengan dukungan yang nyata dari sebagian besar responden dalam kategori ini. Dengan memperoleh dukungan sebesar 41,7%, berarti pasangan ini mampu menarik perhatian dan mendapatkan kepercayaan dari kalangan yang memiliki tingkat pendidikan lebih tinggi. Ini mengindikasikan bahwa pesan, program, atau visi yang disampaikan oleh Capres 02 resonan dan relevan bagi sebagian besar pemilih dari segmen ini.
Selain itu, data juga mematahkan asumsi bahwa pasangan Capres nomor 01 mendominasi kalangan pemilih berpendidikan tinggi. Dengan hanya memperoleh persentase dukungan sebesar 34,4%, pasangan ini jelas kalah dalam persaingan dukungan di kalangan pendidikan tinggi. Ini menunjukkan bahwa meskipun pasangan Capres nomor 01 mungkin memiliki dukungan kuat di beberapa segmen masyarakat, mereka tidak dapat mengklaim dominasi absolut di semua kalangan pendidikan. Dengan demikian, hasil dari survei ini memberikan gambaran yang jelas bahwa Capres 02 Prabowo Gibran memiliki basis dukungan yang kuat di kalangan pendidikan tinggi. Hal ini menandakan bahwa strategi kampanye mereka, pesan politik yang disampaikan, atau kebijakan yang diusung berhasil memperoleh simpati dan dukungan dari sebagian besar pemilih di tingkat pendidikan ini. Oleh karena itu, dalam menginterpretasikan hasil pemilu, penting untuk memperhitungkan faktor-faktor seperti pendidikan, yang dapat memberikan wawasan yang lebih mendalam tentang preferensi politik masyarakat.
Sebagai seorang akademisi dan pimpinan di institusi pendidikan tinggi, Prof. Dr. Idi Warsah, M.Pd.I, menganggap penting untuk tidak mengeneralisir atau memberi stigma terhadap pemilih berdasarkan latar belakang pendidikan mereka. Meskipun ada kecenderungan tertentu dalam pola dukungan politik, namun setiap individu memiliki hak untuk memilih sesuai dengan keyakinan dan pertimbangannya masing-masing. Prof. Idi Warsah menekankan bahwa pemilihan politik merupakan hak demokratis yang harus dihormati, terlepas dari latar belakang pendidikan seseorang. Penggunaan istilah “cerdik pandai kritis” atau “cendekiawan bodoh” untuk menggambarkan pemilih berdasarkan preferensi politik mereka adalah tidak tepat dan dapat menciptakan polarisasi yang lebih besar dalam masyarakat. Menurut Prof. Idi Warsah, pendidikan seharusnya mengajarkan nilai-nilai toleransi, penghargaan terhadap perbedaan, dan kemampuan untuk berdiskusi secara terbuka dan rasional. Dengan demikian, penting bagi seluruh anggota masyarakat, termasuk para pemimpin politik, untuk menghindari menggunakan label atau stereotip yang dapat merusak dialog dan kerja sama antar individu dan kelompok.